Ketua Organda DKI Jakarta Sharuhan Sinungan mengatakan, semakin liarnya kebijakan Pemprov DKI melalui Badan Usaha milik Daerah (BUMD) PT Transportasi Jakarta mengoperasikan armada busnya di trayek existing angkutan umum, membuar para pengusaha angkutan umum sepakat menyerahkan usaha mereka kepada Pemprov DKI. Namun, penyerahan tersebut bukan dalam sistem kerja sama ataupun terintegrasi dengan PT Transportasi Jakarta seperti yang sudah dijalankan Kopaja.
"Kalau terus menempatkan bus di trayek kami ya sama saja membunuh. Mending beli saja izin dan bus kami. Mau integrasi enggak mungkin dengan kondisi angkutan umum saat ini. Mau diremajakan enggak ada modal. Jadi ya sudah beli saja sekalian daripada mati," kata Sharuhan Sinungan saat dihubungi, Rabu (8/3/2017).
Shafruhan menjelaskan, kebijakan Pemprov DKI itu merupakan kebijakan kapitalis. Di mana, ketika angkutan umum bekerja sama dengan PT Transportasi Jakarta, semua izinnya diambil dan trayeknya ditempatkan semaunya oleh PT Transportasi Jakarta seperti yang terjadi pada Kopaja saat ini.
Padahal, pengusaha angkutan umum itu merupakan pioner atau pahlawan tanpa jasa yang telah membantu pemerintah dalam memobilisasi masyarakat sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, pemerintah yang memiliki kewajiban melayani mobilitas masyarakat saat itu tidak pernah mengeluarkan bantuan satu rupiah pun.
"Bukannya membina mengembangkan usaha rakyat malah membunuh. BUMD itu modalnya dari anggaran rakyat. Kok dibuat untuk bunuh rakyat," ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andry Yansyah menuturkan, saat ini pihaknya sedang menyesuaikan subsidi berupa Public Service Obligation (PSO) dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk digunakan membeli angkutan umum. Menurutnya, dengan PSO yang mencapai Rp2,8 triliun pada 2017 ini, pihaknya dapat menggunakan Rp25 miliar untuk membeli 1.000 angkutan umum Metromini dan sebagainya.
Dalam rapat bersama Organda beberapa waktu lalu, lanjut Andri, pengusaha angkutan umum sepakat untuk mengikuti sistem beli putus. Bahkan, dari beberapa pengusaha yang hadir menawarkan seharga Rp 25 Juta untuk satu metromini.
"Nah, kalau 1.000 kan cuma Rp25 miliar. PSO kita Rp2,8 triliun untuk recananya 3.000 bus yang didatangkan bertahap tahun ini dan beroperasi pada 2018. Perbandinganya kan kecil dan hitungannya bisa digunakan untuk membeli Metromini serta angkutan umum lainnya," ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Andri, pihaknya akan terlebih dahulu meminta anggaran teknik konsultan di Sekretaris Daerah (Sekda) untuk dapat mengetahui kondisi dan apresial yang dibutuhkan dalam membeli semua angkutan umum di Jakarta saat ini. Sebab, kondisi angkutan umum saat ini tidak semuanya sama, termasuk usia kendaraanta.
"Tidak mungkin kan kalau usianya sudah lebih dari 30 tahun dibeli dengan harga tinggi. Udah menikmati hasil kok mereka. Kami targetkan sepanjang tahun ini sistem beli putus dapat diselesaikan," ucapnya. (whb)
0 Response to "Pengusaha Angkutan Umum Menyerah daripada Dimatikan Pemprov DKI"
Posting Komentar