KusukaNews – Sri Lanka saat ini tengah mengalami masalah
keuangan, setelah lebih dari satu dekade menyerap pinjaman dalam jumlah besar
dari luar negeri untuk membangun infrastruktur dalam sekala besar. Kebanyakan
infrastruktur yang dibangun belum juga menghasilkan imbal hasil yang memadai.
Saat ini negara tersebut tengah berjuang untuk membayar utang yang
diserapnya untuk pembangunan tersebut. Pemerintah Sri Lanka juga tengah mencari
jalan keluar lain untuk membayar utang.
Salah satu jalan keluar yang mungkin ditempuh adalah dengan
menawarkan debt for equity swaps atau menukar utang menjadi aset kepada pihak
China.
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe baru saja
mengajukan proposal kepada Duta Besar China untuk Srilanka, Yi Xianliang
terkait rencana tersebut.
Pihak China ditawarkan hak pengelolaan atas sejumlah infrastruktur
terbesar yang ada di Sri Lanka termasuk Mattala International Airport dan porsi
pengelolaan Hambatota deep sea port sebagai ganti atas pembayaran utang oleh
Sri Lanka.
Respons China terhadap penawaran tersebut dipublikasikan hari ini
lewat harian Colombo’s Sunday Times. Dalam responsnya, pihak China mengatakan,
“kami tidak tertarik”.
“Ini tidak dimungkinkan menurut hukum di China,” kata Duta Besar
China untuk Sri Lanka, Yi Xianliang seperti dikutip detikFinance dari Forbes,
Selasa (10/1/2017).
Namun demikian, pihak China menjelaskan bahwa hal tersebut
merupakan bentuk kerja sama penuh dan penawaran tersebut masih mungkin
direalisasikan melalui investor dengan perjanjian komersial yang tepat.
Poin Kunci: Bila Pemerintah China tidak menyetujui penawaran debt
equity swap tersebut, mereka bisa mengerahkan perusahaan China untuk mengambil
alih proyek-proyek yang ada di Sri Lanka.
IZP, sebuah Perusahaan teknologi dan informasi China, telah
mengambil langkah maju dengan mengajukan diri sebagai pembeli potensial atas
Mattala International Airport.
Namun demikian, hal tersebut bukan perkara mudah. Masalahnya, baik
baki Sri Lanka maupun para investor, banyak proyek-proyek besar akan menghabiskan
uang dengan sangat cepat sehingga dipertanyakan apakah dapat menciptakan
ekonomi yang berkelanjutan.
Keraguan tersebut cukup beralasan. Karena, Mattala International
Airport saat ini hanya melayani dua penerbangan per hari. Mambuatnya lebih seperti
bandara paling kosong yang ada di planet ini.
Sementara Hambantota port juga memiliki keterbatasan pelayanan
karena jalan raya yang terhubung dengan kawasan pelabuhan ini terlihat nyaris
tak dilewati kendaraan.
Namun demikian, harapan yang ada belum sepenuhnya hilang. Meskipun
Pemerintah China menolak penawaran debt for equity swap, partisipasi China pada
pengembangan infrastruktur di Sri Lanka sepertinya baru saja dimulai.
Colombo Port City baru saja mendapat lampu hijau sekali lagi. Dan
baru saja pekan lalu, pihak China mengajukan pembebasan 15.000 hektar tanah di
Hambantota untuk membangun sebuah kawasan ekonomi raksasa yang bisa menyerap
jutaan tenaga kerja.
Yang terakhir ini sepertinya sejalan dengan rencana asli yang
disampaikan untuk kawasan Hambantota.
“Jika kamu berencana mengembangkan pelabuhan, kamu perlu membangun
industri di sekitar pelabuhan untuk meningkatkan nilai tambah atas pelabuhan
itu sendiri,” kata Deshal de Mel, senior economist Hayleys Plc di Colombo.
Saat ini kondisi utang Sri Lanka sangat mengkhawatirkan. Negara
ini memiliki utang luar negeri mencapai US$ 58,3 miliar dan 95,4% dari seluruh
pendapatan negaranya dipergunakan untuk membayar utang.
Artinya, dari setiap US$ 1.000 pendapatan negara, hanya US$ 4,6
saja yang dapat dipergunakan untuk membiayai pendidikan dan pelayanan kepada
masyarakat. (em)
0 Response to "Nah Loh, Srilanka Terjebak Hutang Dengan China, Terpaksa Bayar Hutang Dengan Bandara Nasional"
Posting Komentar