Bismillahirohmanirohim
Assalamualaikum wr wb
Yang terhormat Bapak
Tito Karnavian selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesi ke 23.
Sebelumnya saya selaku
putri daerah Palembang, menghaturkan selamat atas jabatan yang bapak peroleh,
selamat atas torehan-torehan prestasi yang telah bapak peroleh selama
menjalakan tugas.
Saya patut bangga putra
daerah Palembang seperti bapak menjadi sosok nasional di Indonesia, yang dapat
mengharumkan nama baik kota Sriwijaya, kota dimana kita dilahirkan dan
dibesarkan.
Sebelumnya perkenalkan,
saya putri daerah Palembang asli kota Lahat yang kini tengah merantau di Ibu
Kota Jakarta, saya lahir dan dibesarkan bahkan berkuliah di Bumi Sriwijaya,
mendapat didikan kental khas orang Sumatera Selatan.
Saya kini hijrah ke
ibukota dalam rangka berjuang bersama suami, bahkan Alhamdulillah kini kami
telah memiliki KK dan KTP asli Jakarta, sehingga selayaknya pula kami peduli
dengan kota yang tengah banyak dirundung duka dan masalah ini.
Saya mengikuti
berita-berita bapak di TV, Koran bahkan sosial media, ekspektasi saya semakin
tinggi tatkala bapak mampu menangani kasus yang tengah banyak diperdebatkan di
Jakarta bahkan Indonesia tentang bagaimana kisruh Ahok yang menistakan Agama
Islam, iya pak agama kita, agama mayoritas penduduk Indonesia.
Terimakasih telah
menetapkan beliau sebagai tersangka, kami akan ikuti dan doakan agar kasus ini
terus bergulir hingga tersangka dapat ditahan dan dipenjara layaknya
tersangka-tersangka yang bapak dan kepolisian tetapkan untuk kasus kebanyakan,
bahkan kasus serupa seperti penghinaan perorangan, penghinaan agama lain,
terlebih ini kasus penghinaan terhadap Agama yang bapak sandang sendiri.
Mari sama-sama berpikir
secara bijak pak, bila hanya satu atau dua yang menasehati dan turun aksi bisa
jadi mereka tak layak didengar, tapi bila sudah ramai yang menasehati bahkan
jutaan yang aksi serta ulama dan kyai membersamai, tak mungkin jutaan massa
semua salah, seolah semua tak bernilai.
Saya juga salah satu
peserta Aksi Bela Islam II 4 November bersama suami, saya sedikit cerita pak,
awalnya saya hanya mau menghantrakan suami ke Masjid Istiqlal, namun melihat
heroik dan gemaan Takbir para peserta aksi umat Islam dalam membela Al Quran
dan Agama, hati ini rasanya berontak ingin ikut serta, bahkan dalam kondisi
hamil 5 bulan sekalipun, karena saya tahu saya mungkin belum teramat baik, maka
saya mencari saksi kelak di akhirat menegaskan dimana barisan saya ketika Agama
dihinakan.
Percayalah tak ada masa
aksi yang anarki apalagi dibayari dan di tunganggi kepentingan politik seperti
beberapa ucapan yang dilontarkan beberapa oknum yang mungkin resah dan tak
bertanggungjawab.
Mengabaikan satu demi
kepentingan jutaan itu masuk akal dan terkesan sangat logis, namun seolah
membela satu orang lalu mengancam dan mengecam jutaan itu sangat teramat sadis.
Kini kembali kita dengar
tudingan bahwa bapak melarang Aksi Jilid III Bela Quran dan mengancam
membubarkan sholat Jumat yang akan dilakukan 2 Desember nanti di bundaran HI,
beralasan akan mengganggu pengendara, jika alasan sesimpel itu bagaimana dengan
car free day dan perayaan tahun baru? Yang juga jelas menutup akses jalan
pengendara?
Tuntutan kaum muslim
sederhana saja pak, yang bersalah dihukum, yang menista dipenjara, tak perlu
dikaitkan dengan politik yang kebanyakan umat mungkin tak tertarik, bahkan yang
lebih aneh adalah adanya tudingan akan dilakukannya MAKAR, sementara yang jelas
mengganggu kedamaian disikapi biasa saja, menuduh para kaum muslim yang akan
berbuat makar hanya karena bersebrangan dengan penguasa sungguh bukan sikap
yang bijaksana, sungguh seperti pribahasa Palembang layaknya Menanggok Di Banyu
Butek (Menangguk air di air keruh).
Bila memang rusuh yang
dicari, mungkin dari dulu sudah didapati, tapi bersyukur sekali para muslim
Indonesia menunjukan jati diri bahwa mereka hanya minta penista diadili sesuai
yurisprudensi dan konstitusi, tak lebih. Selama ini kasus penistaan agama
selalu ditahan, kenapa ini beda.
Jangan sampai pribahasa
kota Sriwijaya terjadi Membaso Muko dengan Banyu ludah (Berusaha memperbaiki
kesalahan dengan perbuatan yang justru menambah kesalahan lagi).
Jabatan sementara pak,
bahkan umur juga sementara, selayaknyalah melakukan terbaik tatkala amanah
diberikan Allah, saya percaya jabatan yang tengah bapak sandang juga karena
Allah, dan lebih menyejukkan jika Allah Ridho terhadap jabatan yang tengah
bapak sandang, jangan sampai Sakit Menimpo Nyesel Terlambat (Sakit menimpa,
sesal terlambat).
Terimakasih untuk
semuanya pak, saya doakan agar bapak dan keluarga serta pihak kepolisian dalam
keadaan sehat wal afiat, tetap terjaga kondisi fisik dan rohani agar dapat
berpikir jernih terhadap apa yang terjadi.
Sebab perjuangan ini
takan terhenti sebelum mendapat keadilan, bukan keadilan versi negoisasi para
kapitalis pemilik modal, tapi sebenar keadilan harus ditegakan.
Belajarlah dari ibu-ibu
di dapur seperti kami pak, jika kebakaran terjadi maka yang dipadamkan adalah
apinya, bukan malah menyalahkan peneriak kebakaran apalagi tungang langgung
mengumpulkan asap agar tak keluar rumah.
Mungkin jika bapak mulai
jenuh bahkan lelah, kita bisa bercengkrama bersama keluarga, sembari menikmati
pempek dan cukonya di bumi Sriwijaya ^^
Waalaikumussalam wr wb
23 November 2016
0 Response to "Surat untuk Pak Kapolri Jenderal Tito dari Putri Sriwijaya, "Jangan Membaso Muko dengan Banyu Ludah""
Posting Komentar