Mengapa uang rajin mendatangi orang kaya dan malas mengunjungi orang miskin?

Berbicara tentang kaya dan miskin, di sini Kita Muda lebih tertarik untuk membahas mengenai mental manusianya. Bukan jumlah uang yang dimilikinya. Karena Kita Muda percaya, bahwa orang bermental kaya yang belum kaya secara finansial, penggelembungan rekeningnya tinggal menunggu waktu saja. Sedangkan orang bermental miskin yang sedang banyak uang, penyusutan rekeningnya juga hanya soal waktu. Tapi kalau Kawan Muda ada yang bertanya:

“Kenapa di bagian judul tidak diberi tanda kurung, seperti: ‘Mengapa uang rajin mendatangi orang (yang bermental) kaya dan malas mengunjungi orang (yang bermental) miskin?’ Bukankah dengan begitu (calon) pembaca lebih bisa menangkap maksud artikel sejak membaca judul?”

Maka jawaban Kita Muda adalah:



“Pertama, kalau dikasih tanda kurung, judulnya jadi kepanjangan. Kedua, kalau dikasih tanda kurung, judulnya jadi kurang sensasional. Kalau enggak sensasional, nanti kalian enggak pada nge-klik. Kalau enggak pada nge-klik, kamu enggak bakal baca sampai sini dong. Hehehe.”

Dalam bukunya yang berjudul ‘Rich Dad, Poor Dad’, Robert Kiyosaki menulis bahwa orang bermental kaya, meskipun masih kecil finansialnya, ia senantiasa berfokus untuk mengumpulkan aset. Seperti menjadi investor pada bisnis, meski kecil-kecilan. Membeli emas batangan. Tanah. Membuat produk-produk intelektual (seperti buku, musik, dan lain-lain) yang setelah dibuat, ia akan menjadi aset sepanjang masa. Terus-menerus memompakan uang untuk si penanam aset.


Sedangkan orang miskin, menurut Robert, lebih sering berfokus membuang uangnya kepada hal-hal yang sifatnya liabilitas. Hal-hal yang bila uang tersebut dibelanjakan, maka nilainya akan berkurang. Seperti membeli mobil baru, kredit motor, gadget, dan sebagainya. Pola pikir orang bermental miskin, semakin banyak penghasilannya, semakin banyak pula keinginannya untuk kredit ini dan itu. Berbeda dengan orang bermental kaya, yang cenderung berminat menanam aset bahkan sejak keuangannya masih kecil. Di bawah ini, Kita Muda akan memaparkan perbedaannya: Mengapa uang rajin mendatangi orang kaya dan malas mengunjungi orang miskin?

1. Orang (bermental) kaya, membuat uang mau tak mau butuh untuk datang kepadanya. Orang (bermental) miskin, mengejar-ngejar uang.

    Logika orang (bermental) kaya agar uang bersedia datang kepadanya ialah dengan mengubah pola pikir. Pertama-tama ia akan berfokus untuk membangun value, terhadap produk atau jasanya. Lalu dengan value yang terbentuk, uang akan datang kepadanya. Lebih banyak, tentu. Berbeda dengan orang yang fokusnya mengejar uang. Mereka akan terus-menerus memenuhi pikirannya dengan kenaikan omset dan laba jangka pendek, tanpa peduli pada jangka panjang produk dan jasa yang ia jual.

    Contoh sederhana ini bisa Kawan Muda lihat pada banyak produk-produk di pasaran. Mengapa ayam goreng merk A dan ayam goreng merk B harganya berbeda, padahal sama-sama ayam goreng? Mengapa kopi merk A dan kopi merk B harganya berbeda, padahal sama-sama kopi? Mengapa merk A lebih mahal, sedangkan merk B lebih murah? Jawabannya sederhana: karena selain berfokus kepada produk, merk A juga fokus membangun value. Sedangkan merk B hanya fokus menjual produk.

    Ini juga bisa Kawan Muda aplikasikan pada diri sendiri. Katakanlah Kawan Muda terjun di bidang jasa. Jadi supir ojek, misalnya. Coba tanyakan pada diri sendiri: apa yang membuat saya bisa lebih laku ketimbang yang lain, meski sama-sama supir ojek? Jawabannya: selain memberi jasa, juga fokus kepada value. Jadilah tukang ojek yang ramah, tepat waktu, memberi kenyamanan kepada penumpang, memberi layanan yang mudah, bergaransi, dan banyak lainnya.

2. Orang (bermental) kaya, membuat dirinya dibutuhkan orang. Sedangkan orang (bermental) miskin, hanya butuh kepada orang kalau pas lagi ada duitnya.

    Poin ini masih ada hubungannya dengan poin di atas. Masih pakai contoh ‘tukang ojek’ tadi, ya, Kawan Muda.

    Kalau kamu menjadi supir ojek yang dikenal memiliki reputasi baik, tentu value yang telah menyebar dari mulut ke mulut tadi (atau berdasarkan rating, mungkin) membuat kamu akan dibutuhkan. Penumpang akan dengan senang hati menggunakan jasamu.

    Berbeda dengan supir ojek lain, misalnya. Yang untuk mendapatkan penumpang, ia harus menawari calon penumpang dengan mengejar-ngejarnya:

   “Mbak ojek, Mbak. Mas ojek, Mas.” Dan sebagainya.


    Beda dari keduanya, tukang ojek yang selain memberi jasa juga fokus kepada value, akan dicari dan didatangi. Bahkan kalau pelanggan merasa puas dengan jasa yang diberikan, mereka tak segan-segan memberikan uang tambahan secara sukarela. Bandingkan dengan tukan ojek yang hanya mengejar uang saja. Mereka sudah susah-susah mencari penumpang, harus rebutan dengan tukang ojek lain pula, eh setelah dapat, sama si penumpang pas dikasih tahu harganya malah ditawar.

3. Saat orang dan uang belum mendatanginya, orang (bermental) kaya akan merintis jalan uang jangka panjang. Sedangkan orang (bermental) miskin akan menghabiskan waktu untuk mencari-cari uang dan orang.

Ya, memang, dalam hidup ini pasti ada saat-saat di mana manusia hadir dalam keadaan nol. Belum punya skil. Lah, kalau skil saja belum punya, bagaimana mau membangun reputasi?
Orang (bermental) kaya dan orang (bermental) miskin memiliki cara berbeda dalam menghadapinya.

Orang (bermental) kaya akan dengan senang hati menempa diri. Mengasah dirinya dengan kemampuan-kemampuan yang membuat dirinya dibutuhkan. Lalu ketika kemampuan telah dikuasai, pelan-pelan ia akan membangun value.
Sementara orang (bermental) miskin, akan bergerak seperti kutu loncat. Ia akan ada di tempat di mana ada uang banyak berputar. Kalau ada uang, ia ada. Kalau uang tak ada, ia pergi. Mencari tempat lain yang menguntungkan. Tak ayal, orang-orang macam ini sering dicap: cuma datang kalau lagi ada perlunya. Atau bahkan pasangannya (suami/istri) akan mengatainya: hanya disayang, kalau sedang ada urusan ranjang!


Oh ya, Kawan Muda, ngomong-ngomong, contoh-contoh yang Kita Muda pakai di atas ialah contoh saja. Tidak ada maksud apa pun. Kamu pun bisa merubah contoh tersebut dengan hal-hal lain, seperti menjadi tukang cukur, menjual makanan, menjadi penulis, dan banyak hal lainnya. Beda contoh, tentu berbeda pula komponen-komponen yang bisa meningkatkan value sebuah produk atau jasa. Gitu!

[kitamuda.id]

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Mengapa uang rajin mendatangi orang kaya dan malas mengunjungi orang miskin?"

Posting Komentar