KusukaNews - Di tengah deret isu
negatif yang dihadapi pemerintahannya, seperti kemerosotan penerimaan negara,
kegagalan tax amnesty, sampai ke kabar pembiaran atas membanjirnya tenaga kerja
ilegal asal Tiongkok, publik juga menilai Joko Widodo gagal melakukan
konsolidasi politik.
Kompromi hasil
konsolidasi politik setelah kemenangan di Pilpres 2014 malah menciptakan jarak
yang makin lebar antara Presiden Jokowi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Indikasi terbaru
perpecahan di pucuk pimpinan negara adalah beberapa pernyataan Jokowi dan JK
yang tak sejalan dalam sejumlah isu. Misalnya, pernyataan Presiden yang meminta
proyek listrik 35.000 megawatt (MW) dihitung ulang karena tidak sesuai dengan
kebutuhan riil masyarakat Indonesia.
Permintaan hitung ulang
proyek ambisius itu disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat Dewan Energi
Nasional (DEN) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/1). Proyek
listrik tersebut sempat menjadi bahan pembicaraan publik, karena disebut-sebut
hanya mewakili kepentingan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang belum tercapai
saat menjabat orang nomor dua di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). JK sendiri beberapa kali tercatat membela habis-habisan proyek tersebut
agar terus berjalan meskipun diragukan banyak kalangan.
Indikasi lain retaknya
Jokowi-JK adalah ketika Jusuf Kalla menjelaskan soal proses terbitnya Peraturan
Pemerintah atau PP 60/2016 tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan
pajak (PNBP).
PP itu menjadi dasar
kenaikan tarif pengurusan surat kendaraan bermotor dan surat izin mengemudi
(SIM) di kepolisian. Yang menarik, kemarin tersiar berita yang menyebut Jokowi
mempertanyakan kenaikan harga administrasi surat kendaraan dan SIM yang begitu
tinggi (hingga 300 persen). Padahal, PP itu ditandatangani oleh dirinya
sendiri.
Kepada wartawan di
kantornya, hari ini, JK menegaskan bahwa PP atau Perpres tidak mungkin
diputuskan oleh Kapolri atau Menteri Keuangan sepihak tanpa persetujuan dan
tanda tangan presiden. Dalam kata lain, tak mungkin seorang Jokowi tidak
mengetahui kenaikan begitu tinggi dalam kenaikan tarif pelayanan publik itu.
Tak hanya soal PP 60/2016.
JK juga juga memberi penjelasan kepada wartawan mengenai rencana pemerintah
membentuk Dewan Kerukunan Nasional.
JK menegaskan, rencana
itu masih berada di tahap pengkajian akan urgensinya alias masih di tahap
sangat awal. Padahal sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan, Wiranto, mengatakan bahwa Presiden sendiri telah menyetujui
pembentukan Dewan Kerukunan Nasional.
Tidak bisa disangkal,
kejadian-kejadian itu menjadi tambahan beban kekhawatiran bagi publik.
Bagaimanapun, stabilitas politik sangat dibutuhkan agar keadaan ekonomi dan
kohesi sosial yang memburuk belakangan ini bisa segera ditangani dengan baik. [rmol]
0 Response to "Jokowi-JK Kembali Tidak Sejalan?"
Posting Komentar