Kenaikan Tarif STNK Lengkapi Penderitaan Wong Cilik Tahun Ini

KusukaNews - Alasan pemerintah menaikkan tarif penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) untuk memperbaiki pelayanan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan menambah penerimaan negara, tidak masuk di akal peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto.

Eko memahami, pemerintah memiliki kepentingan mengamankan penerimaan negara. Seperti diungkapkan Direktur PNBP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mariatul Aini, potensi tambahan penerimaannya mencapai Rp1,73 triliun tahun ini. Dengan rincian, sebesar Rp840 miliar berasal dari STNK dan Rp890 miliar dari BPKB.

Namun Eko mengingatkan, di tahun ini masyarakat harus menanggung kenaikan tarif listrik dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menyusul tren kenaikan harga minyak mentah dunia. Tanggungan tersebut akan menguras kantong masyarakat di awal tahun ini.

"Kumulatif dari kenaikan-kenaikan harga yang diatur pemerintah ini akan membebani ekonomi," ujar Eko kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/1).

Sebenarnya, lanjut Eko, pemerintah tidak perlu menaikkan biaya pelayanan pengurusan surat kendaraan bermotor jika berhasil mengoptimalkan penggunaan belanja.
Pasalnya tahun lalu, Polri mendapat pagu belanja Rp79,3 triliun dan merupakan satu lembaga yang memperoleh pagu anggaran terbesar dalam APBN.

"Kalau dibedah lagi, Polri ini kan anggarannya termasuk yang salah satu terbesar juga. Apakah harus menarik lagi dari masyarakat?," ujarnya.

Trial and Error Jokowi

Menurut Eko, dalam masalah kenaikan tarif pengurusan surat kendaraan bermotor ini, Jokowi dan jajarannya dinilai gagal melihat kondisi daya beli masyarakat yang mempengaruhi kemauan membayar (willingness to pay) dengan tarif yang lebih tinggi.
"Apakah kenaikannya harus sebesar itu atau bisa dilakukan secara bertahap?” ujarnya.

Eko berharap kebijakan mantan Walikota Solo untuk menaikkan biaya pengurusan STNK dan BPKP telah dipertimbangkan dengan matang.

"Kebijakan itu sebenarnya tidak boleh trial and error karena si pembuat kebijakan adalah orang-orang ahli yang sudah punya pengalaman, mengetahui kondisi negara lain bagaimana, punya sense kondisi ekonomi masyarakat bagaimana," ujarnya.

Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, pemerintahan Jokowi pernah menerbitkan aturan yang sebelumnya tidak dipertimbangkan dengan matang. Baru setelah mendapatkan penolakan dari publik, kebijakan itu ditarik kembali.


Sebagai contoh, tahun lalu Jokowi mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2015 tentang Revisi down payment (DP) mobil pejabat dari Rp116 juta menjadi Rp210 juta setelah mendapat penolakan masyarakat. [cnn]

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Kenaikan Tarif STNK Lengkapi Penderitaan Wong Cilik Tahun Ini"

Posting Komentar