“Humas merupakan wajah dari sebuah
lembaga atau institusi. Humas mesti membangun kontribusi positif dengan
menghadirkan wajah sesungguhnya dari sebuah produk atau program,” kata Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan pada acara Konvensi Nasional Humas (KNH) 2016 di
Hotel Aryaduta, Bandung, 27-28 Oktober 2016 ini.
Pada 2030 mendatang, Indonesia
diprediksi akan masuk dalam tujuh besar ekonomi dunia dan menjadi salah satu
negara yang berpengaruh di dunia. Karena itu, peran kehumasan (hubungan
masyarakat) sangat penting dalam membangun citra positif negara dalam berbagai
bidang dan menyokong reputasi Indonesia 2030.
Menurut Gubernur Aher, humas memiliki
tugas mempertahankan citra positif, tentu saja sikap positif dari substansi
yang positif. Jangan sampai citra positif dipaksa hadir dalam substansi atau
kandungan yang tidak bagus. “Apabila sumber citra positif yang dihadirkan humas
berasal dari substansi negatif, akan terjadi kebohongan publik,” kata dia.
Dalam konteks sebuah negara, lanjut
Gunernur Aher, humas berperan membangun dan mempromosikan citra Indonesia
secara keseluruhan. Hal itu bisa dilakukan lewat promosi dan sosialisasi yang
baik tentang segala sesuatu yang dimiliki negeri ini.
"Mari kita hadirkan pemberitaan
dan promosi secara berimbang. Indonesia sesungguhnya bagus. Namun, karena
pemberitaan dan pencitraan yang kurang bagus, menyebabkan dunia memandang kita
kurang bagus, “ ujarnya.
Reputasi sebuah negara dilihat dari
ukuran Good Country Index (GCI). Pada 2014, GCI Indonesia ada di posisi 119
dari 125 negara. Jauh di bawah negara-negara ASEAN, seperti Singapura (24),
Thailand (53), Malaysia (58), dan Filipina (114). Namun posisi Indonesia
berhasil naik pada 2016, menjadi urutan ke-77 dari 163 negara di dunia berkat
kerjasama pemerintah, para stakeholder, dan peran serta masyarakat.
Dirjen Informasi dan Komunikasi
Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widyastuti
mengatakan humas memiliki peran penting dalam meningkatkan reputasi Indonesia
di mata dunia. Humas memiliki dua fungsi, yaitu untuk kepentingan rakyat dan
untuk kepentingan global.
"Good Country Index ini tidak
hanya melihat pertumbuhan ekonomi, melainkan budaya, kinerja pemerintah,
optimisme, dan sikap positif masyarakat," ujar Niken.
Menurut Niken, ada tiga unsur penting
yang harus dimiliki humas dalam membangun reputasi. Di antaranya, kinerja plus,
perilaku plus, dan komunikasi plus. Humas harus mampu menjawab harapan
emosional dan harapan rasional para stakeholder-nya. Sehingga, bisa
lebih proaktif dalam menyampaikan informasi mengenai capaian atau segala
sesuatu yang didapat pemerintah, swasta, atau masyarakat. “Humas harus mampu
menyampaikan kabar baik tentang Indonesia," tuturnya.
Konvensi Nasional Humas (KNH) 2016
ini diikuti hampir 500 peserta, terdiri dari praktisi dan akademisi kehumasan
dari seluruh Indonesia. Ketua Umum BPP Perhumas Agung Laksmana mengatakan
elemen utama KNH 2016 adalah menyiapkan humas dalam kontribusinya yang lebih
besar bagi Indonesia, yang dilakukan melalui tiga hal, yaitu penetapan kode
etik kehumasan baru; peta jalan atau roadmap kehumasan, yaitu
membangun reputasi Indonesia 2030; serta perilisan buku Indonesia Bicara
Baik.
“Tiga kontribusi pemikiran ini
diperlukan guna membangun keselarasan kompetensi dasar, kolaborasi, dan sinergi
para praktisi kehumasan dengan berbasis perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi,” kata Agung.
Konvensi bertajuk "The Power of
PR: Membangun Reputasi Indonesia 2030" menghadirkan Direktur Jenderal
Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita
Niken Widyastuti. Pembicara lainnya, yaitu Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan
Munaf, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, CEO April Tony Wenas, Kepala Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Rosmaya Hadi, Presiden ASEAN PR Network
Prita Kemal Gani, dan sebagainya. (*)
0 Response to "Di 2030, Indonesia Diprediksi Menjadi Negara Berpengaruh"
Posting Komentar